JPU tolak eksepsi penasihat hukum pada sidang guru honorer Supriyani merupakan judul dari sebuah artikel kami kali ini. Kami ucapkan Selamat datang di iverctins.com, Memetik Mutiara dari Kedalaman Wacana. Pada kesempatan kali ini, kami masih bersemangat untuk membahas soal JPU tolak eksepsi penasihat hukum pada sidang guru honorer Supriyani.
Kendari (iverctins.com) – Jaksa penuntut umum menolak eksepsi dari penasihat hukum guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani. Pada sidang lanjutan kasus dugaan penganiayaan di Pengadilan Negeri Andoolo, Senin.
JPU yang juga Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Ujang Sutisna mengatakan bahwa pihaknya menolak terkait permintaan yang di bacakan penasihat hukum Supriyani pada sidang tersebut.
“Pada dasarnya eksepsi tadi kita menolak apa yang di mintakan penasihat hukum terkait beberapa yang sudah tidak menyangkut pokok materi perkara,” katanya.
Ia mengatakan terdapat beberapa poin dari eksepsi yang di tolak karena di anggap tidak memenuhi dalam Pasal 156 KUHP dan poin-poin tersebut telah di bacakan dalam persidangan.
“Ada beberapa poin tadi memang penasihat hukum. Saya hanya menyebutkan poin-poin tertentu tidak memenuhi Pasal 156 dalam KUHP, itu saja,” ujarnya.
Ujang juga menyampaikan bahwa yang di setujui antara JPU dan penasihat hukum terdakw. Yaitu untuk melanjutkan sidang tersebut kepada pokok materi perkara.
Ia menyesalkan tindakan penasihat hukum yang meminta eksepsi pada sidang pertama, yang kemudian pada saat sidang pembacaan eksepsi. Mereka juga meminta untuk melanjutkan sidang ke tahap pokok materi perkara.
“Kesimpulannya penasihat hukum apa saat ini kan minta di lanjutkan ke pokok perkara, kenapa enggak kemarin saja,” ucapnya.
Andre Darmawan Menyampaikan Adanya Pelanggaran UU
Sementara itu, penasihat hukum guru Supriyani, Andre Darmawan. Menyampaikan bahwa secara formil perkara sudah jelas bahwa ini melanggar undang-undang sistem peradilan anak karena terdapat banyak prosedur yang tidak di lakukan.
“Misalnya, laporan meminta kepada pekerja sosial untuk melakukan pendampingan, kemudian kepada pembimbing kemasyarakatan itu juga tidak di lakukan,” ucap Andre.
Dia juga mengungkapkan bahwa dalam perkara tersebut juga terdapat pelanggaran kode etik. Salah satunya benturan kepentingan karena penyidik dan pelapor dalam kasus tersebut merupakan rekan satu kantor yang sama. Yaitu di Kepolisian Sektor (Polsek) Baito.
“Kemudian juga ada pemaksaan kepada Ibu Supriyani untuk mengaku. Padahal Ibu Supriyani tidak pernah melakukan, ada permintaan uang juga Rp50 juta. Jadi, itu semua pelanggaran prosedur,” jelasnya.
Andre menjelaskan bahwa pada sidang tersebut. Pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk menolak keberatan mereka agar persidangan bisa di lanjutkan sampai ke pokok perkara.
“Ini kan aneh, kita meminta keberatan, tetapi kita meminta majelis untuk menolak. Karena kalau misalnya eksepsi kami di terima, persidangan itu tidak akan lanjut ke pokok perkara,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa melanjutkan sidang ke pokok perkara itu untuk membuktikan bahwa Supriyani tidak bersalah dan telah di kriminalisasi.
“Kami ingin supaya oknum-oknum, ya oknum-oknum tersebut yang telah membuat Ibu Supriyani tersangka, telah membuat Ibu Supriyani di tahan. Harus mempertanggungjawabkan, baik secara administratif, misalnya ada sanksi etik ataupun apa pun termasuk sanksi pidana,” tambahnya.
Leave a Reply